Kampoeng Pujangga

Ikon

Perempuanku

telpon yang kuterima malam itu membakar duka

adalah cinta yang membimbing kita bermesra
dengan kalimat-kalimat yang kita buahkan dari kening kita.
karena di tangan kita kemarau masih tetap tergenggam
walau gelombang-gelombang laut terlalu sulit
memuarakan kesetiaan yang kau ragukan.

jangan diriku kau biarkan tergenang debu
atau tertusuk ranting kemarau perkataanmu.
karena air mata yang kualirkan belum sampai di muara sungai
tempat kau sucikan cinta kita,
kau jatuhkan keabadiannya pada tebing-tebing batu licin
yang sulit kita raba dengan indra kita.

pohon-pohon tak pernah diam
ketika angin atau topan melebur dengan hembusnya.
hingga sampailah kita pada istana yang kita cipta
mengeringkan danau air mata yang bersembunyi di jejak kakimu.

coba kita lihat kembali daun yang menguning itu.
nafasnya kembali menciumi kamar-kamar kemarau
yang kau singgahi saat kau memaknai kebenaran
yang kulingkarkan pada gelung mentari
sebagai lambang kenakalanku sendiri.
jari-jari bumi telah tumpul.
sebab selalu kau bebani dengan api pedih
sebagai isyarat do’a yang tenggelam di sungai-sungai
yang menyimpan seribu dendam
hatimu selalu beku oleh ruas-ruas salju seperti gerimis dipatahkan waktu.

akhirnya kemarau yang kita tinggal
hanya menjejak pada jeritan bisu
atau tersangkut di sisa-sisa perkuburan cinta kita.

-inilah saatnya kutulis ayat-ayat rindu
dari separuh waktu yang tersisa di benteng-benteng belenggu-

Madura, 2005

Filed under: Sajak

Tinggalkan komentar

Linky


"Bila kau tak ingin menghilang dari dunia ini, maka berbuatlah sesuatu yang patut dikenang dan tulislah sesuatu yang mesti diabadikan" Kalau saja ungkapan itu tidak salah, mengapa harus kita hindari. Mencoba! tidak ada salahnya. Berbuat! suatu keharusan. Salah! Who makes no mistakes, makes nothing! Ya, begitulah kira-kira! Selamat membaca!

salam
Ali Ibnu Anwar

Day to Day

Mei 2008
S S R K J S M
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
262728293031  

Numpang

Dokumen

Nge-blog yuk!